Rabu, 07 Maret 2012

“ANAKKU MAHASISWA, TERUSLAH BERDEMO...!!!”


Anakku, ketika semua takut pada penguasa diktator, ketika semua menari sesuai kehendak rezim penguasa, sejarah selalu menunjukkan bahwa terkecuali mahasiswa. Mahasiswa dengan demonya selalu ditakuti dan sanggup mengubah sejarah. Tapi, kemarin anakku, Ayah dan Ibumu menangis sedih di kampung karena demo mahasiswa sama dengan anarkis. Ayah menangis karena koruptor dan pelaku kejahatan lainnya di negara ini akan berlindung dibalik demo anarkis dengan membangun opini bahwa demo tidak baik. Anakku, demo adalah perkakas demokrasi, sedang anarkis adalah perkakas kejahatan. Dua perkakas itu beda sekali. Demo memekarkan harapan, sedang anarkis membunuhnya.


Teruslah berdemo, anakku, mahasiswa. Jangan takut! Ketika kamu keluar dari rahim ibumu, harapan Ayah menjadi mekar. Sebuah generasi sudah lahir, pengganti Ayah dan Ibu. Ibumu memberimu air susu dan engkau menetek tanpa pilih waktu, dari subuh sampai menjelang subuh berikutnya. Kalau Ibumu capek, Ayah pun menggendong dan menina-bobokmu, walau tidak sekuat dan setahan Ibumu men”jabe-lale”mu. Ibumu menyusuimu dalam keadaan berdiri, duduk, dan tertidur. Atau sedang memasak di dapur sambil juga mencuci pakaianmu yang kotor. Ayah ingat itu semua pada saat harapan kami berbunga-bunga kepadamu. Saat kaki mungilmu meronta-ronta, Ayah seperti mendapat isyarat bahwa kamu akan menjadi manusia, bukan sampah.

Anakku, air susu Ibumu dan makanan yang kami berikan kepadamu, tak mengandung sedikit pun zat anarkisme. Ayah dan Ibumu bergantian mengantar dan menjemputmu saat kau masih sekolah Taman Kanak-Kanak. Sampai tiba saatnya, kamu kami antar ke sekolah untuk menjadi mahasiswa. Mahasiswa, bukan murid taman kanak-kanak atau siswa sekolah menengah, anakku. Kata “maha” hanya dipakai untuk Tuhan (Yang Maha Kuasa), Guru (mahaguru), dan kamu anakku, “mahasiswa”. Ayah mengira-ngira, boleh jadi maksudnya adalah agar kamu memiliki sifat agung Tuhan dan sifat mulia Guru.

Dan memang benar anakku, orang-orang kuat di puncak rezim kezaliman dijatuhkan oleh mahasiswa. Soekarno jatuh oleh demo mahasiswa dari angkatan 66 yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), dengan tokoh-tokoh mahasiswa seperti Cosmas Batubaara, Zamroni, Jusuf Kalla (Ketua KAMI Sul-Sel), dan banyak lagi yang lain. Soeharto dipaksa lengser oleh kekuatan demo mahasiswa sejak dari kota Jakarta hingga ke kota-kota perguruan tinggi di Tanah Air. Sehingga, lahir ungkapan “Mahasiswa takut kepada Dosen, Dosen takut pada Dekan, Dekan takut pada Rektor, Rektor takut pada Menteri, Menteri takut pada Presiden, Presiden ternyata takut pada Mahasiswa.”


Anakku mahasiswa, jangan berkecil hati, teruslah berdemo. Tindakan anarkis telah mencoreng mukamu, dan bahkan mau dibangun pikiran bahwa demo tidak baik. Itu adalah permainan, anakku. Menangkanlah permainan opini itu dengan mengakui dan bertobat dari demo yang anarkis. Lalu, keluarlah besok, lusa, atau kapan saja, berdemo tanpa anarkis, menyuarakan aspirasi warga yang dirampas suaranya, yang dizalimi haknya, yang dikoyak keadilannya, yang dibiarkan tetap miskin..., oleh siperampas, si penganiaya, si tamak-rakus...

Sebelum berdemo anakku, bertekadlah bahwa anarkisme adalah musuh demonstran. Kasus Century, misteri terpilihnya Gubernur BI, kasus Gayus Tambunan, dan lain-lain seperti kasus Misbakhun, telah membuat tak sedikit orang, khususnya politikus dan parpolnya, merasa amat takut kepada mahasiswa, selain media. Orang-orang itu tidak takut sama sekali kepada lembaga penegak hukum yang sanggup mereka kebiri.

Teruslah berdemo anakku, menangkanlah permainan opini. Buang perbuatan anarkis dalam demomu. Akan kamu lihat, rakyat akan mendukung demo dan gerakan mahasiswa. Hanya mahasiswa dan media yang bisa mengubah keadaan ketika semua yang lain dihipnotis oleh keserakahan kepada kekuasaan dan materi. Teruslah berdemo tanpa anarkis!!!!

karya ; M. Qasim Mathar 
dikutip oleh Andi Zainuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar