Kamis, 09 Februari 2012

KIOS VS MINIMARKET


Apakah hal yang pertama terlintas dalam benak Anda ketika pertama kali membaca judul di atas? Ya, pastinya terpikir persaingan antara kedua aspek tersebut. Sebenarnya, jika berbicara mengenai persaingan antara keduanya, hal tersebut telah terjadi sejak sekian lama. Namun, kemudian muncul kepermukaan bak lumpur lapindo yang melululantahkan Sidoarjo, disebabkan cara-cara perdagangan yang dilakukan minimarket tidaklah sesehat dulu lagi. Minimarket menjamur dimana-mana, hingga akhirnya mematikan perdagangan para pedagang kios. 

Mengapa tidak? Intensitas jarak pembangunan minimarket sangatlah dekat, bukan lagi seperti dulu yang hanya antara kelurahan melainkan sudah merambah menjadi antar RT/RW. Lebih buruknya lagi, kasus menjamurnya minimarket tidak terjadi pada satu daerah saja, melainkan di seluruh wilayah di Indonesia. Entah apakah itu merupakan dinamika perdagangan ataupun semacamnya, yang jelas hal ini telah membuat banyak orang merasa risih.
                       
Menanggapi kasus ini pada keadaan realita. terciptalah dua tanggapan masyarakat, ada yang sangat setuju pengadaan minimarket yang menjamur, adapula yang sangat tidak setuju terjadinya hal semacam ini. Untuk masyarakat yang menyetujui pembangunan minimarket seperti ini beralasan pelayanan, harga dan jarak yang diberikan sangatlah memudahkan pelanggan, sedangkan untuk pedagang kios tidaklah memiliki harga dan pelayanan yang tetap dan terkadang meskipun berjarak dekat kurang memiliki kesan yang memuaskan. 

Ya, tentu jika harus berbicara masalah pelayanan, harga dan kesan memuaskan itu jelas sangatlah berbeda kapasitasnya. Minimarket yang pada hakikatnya memiliki modal yang besar, Karyawan yang memberikan pelayanan dan manajemen penjualan yang baik sangatlah tidak sepadan dengan kios yang memiliki modal kecil, tidak memilki karyawan, dan manajemen penjualan yang minim. Dalam hal ini, kita perlu memperhatikan pendiri daripada kedua aspek ini. Minimarket yang didirikan oleh orang yang berpenghasilan menengah ke atas, sementara kios didirikan oleh orang yang berpenghasilan menengah ke bawah. Jelas, hal ini berbeda kapasitasnya.

Tanggapan masyarakat sangat setuju ini, juga membuat saya tersenyum miris. Apakah ke-egoisan juga sudah mulai menjamur? Minimarket tidaklah pernah dilarang keberadaannya lantas, haruskah dengan cara tidak sehat seperti ini untuk mengambil pangsa pasar? Bayangkan dampak yang ditimbulkan dari terjadinya hal ini, bisa menindas rakyat-rakyat kecil yang tidak berpenghasilan tinggi. Lalu, bagaimanakah dengan program pemerintah yang mencanangkan program masyarakat berwirausaha. Dengan terjadinya hal ini, secara tidak langsung mengatakan program itu sebaiknya di kuburkan saja, dan disimpan rapat-rapat. Kita memang ingin modernisasi, namun harus pula memperhatikan kesejahteraan hidup orang banyak.


Lantas, bagaimanakah tanggapan pemerintah mengenai hal ini ? menanggapi kasus ini, pemerintah sendiri hanya mengatakan telah berupaya menindak tegas masalah ini, apabila terbukti terdapat beberapa minimarket yang tidak memiliki izin jelas dan palsu dan melanggar peraturan daerah (PERDA), maka penggusuran akan dijalankan. Lagi-lagi apakah akan benar-benar terealisasi? Sesuatu yang telah dibangun dan dilatarbelakangi oleh orang berpenghasilan tinggi di negeri ini, sangatlah sulit dihentikan dan dikenakan hukum tegas. Semoga saja para pemimpin kita di seberang sana tidak hanya sekedar janji namun bukti.

Peraturan pemerintah juga haruslah tegas dijalankan, yang menitiberatkan pada keseimbangan antara keduanya, antara kios dan minimarket. Sehingga, terjadi aktivitas dan pembangunan atas dasar suka sama suka. Tidak ada yang saling dirugikan, dan tidak ada yang merasa terbebani dan tertindas. Selain itu, sosialisasi manajemen penjualan juga harus diberikan kepada para pedagang kios, agar tidaklah lagi pangsa pasar hanya melirik minimarket dan memandang sebelah mata para pedagang kios.

Inilah sepenggal kasus masyarakat yang pada hakikatnya semoga kelak mampu menimbulkan sejuta faedah untuk Indonesia. Ada banyak pelajaran dan ada banyak tindakan yang harus kita lakukan. Tidak terbatas hanya pihak pemerintah yang harus menindak tegas, melainkan seyogyanya kita mahasiswa harus pula menjadikan pelajaran berarti untuk estafet kepemimpinan di masa yang akan datang, mari pula kita lantangkan suara mengingat fungsi mahasiswa akan agen of change, entah itu melalui aksi pergerakan, konsolidasi, sosialisasi ataupun aksi kritis melalui goresan tinta. salam perubahan! 


ditulis oleh : Rezky A. H. '010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar