Suatu ketika Imam Syafi’I
duduk dihadapan Imam Malik. Ketika itu Imam Malik terkesima dengan kelebihan
yang dimiliki Imam Syafi’i. lalu Imam Malik berkata, “Allah telah
menganugerahkan seberkas cahaya dalam hatimu, maka janganlah sekali-kali kamu
memadamkannya dengan kegelapan maksiat.”
Namun pada suatu hari ketika
Imam Syafi’I sedang dalam perjalanan menuju rumah gurunya, Waki’ Ibnul Jarah,
wasiat Imam Malik tersebut ia langgar. Ia melihat tumit seorang wanita.
Seketika itu pulalah hafalannya kacau, padahal ia terkenal mampu menghafal
persis yang tertulis, bahkan agar hafalannya tak tercamput, ia meletakkan
sebelah tangannya di atas lembaran berikutnya. Imam Waki’pun kembali
mengingatkan Syafi’I terhadap nasihat Imam Malik, yaitu agar ia meninggalkan
dosa sebagai obat manjur untuk menguatkan hafalannya.
Kuadukan kepada Waki’
Buruknya hafalanku
Maka ia menasehatiku
Agar aku meninggalkan
maksiat
Ia juga mengingatkanku
Bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah takkan
diberikan
Kepada pelaku maksiat
(Dr. Khalid Abu Syadi, Alangkah Buruknya Dosa,
hlm. 13-14)
Saudaraku, bayangkan saja bagaimana jika seandainya orang seperti Imam Syafi’i
hidup di zaman kita. akan sangat sulit untuk terhindar dari dosa. Sebab, saat sekarang
ini begitu keluar dari rumah, kita akan dijumpai dengan pemandanagan para
wanita yang bukan mahram membuka aurat sesuai dengan keinginan mereka. Bukan
hanya tumit yang kelihatan seperti yang tak sengaja dilihat Imam Syafi’i ,
bahkan pada zaman ini banyak wanita yang kelihatan seluruh tubuhnya kecuali
tumitnya. Naudzubillahi min dzalik.
Maksiat itu menghilangkan rasa malu
Berbuat dosa alias maksiat kepada Allah bisa menghilangkan rasa malu. Abu
Mas’ud, Uqbah ibn Amr Anshari al Badri r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Perkataan (sabda) Nabi paling pertama yang dikenal atau
diketahui manusia adalah, “Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah semaumu.” (HR
Bukhari, Abu Dawud, Ahmad)
Dalam hadis ini bukan berarti bahwa Rasulullah memberikan kebebasan yang
membawa manfaat, melainkan mengancam orang yang tidak mempunyai rasa malu dalam
melakukan apa saja yang dia kehendaki, padahal risikonya ditanggung sendiri.
Ungkapan itu seperti firman Allah Swt.: “Perbuatlah apa yang kamu
kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS
Fushshilat [41]: 40)
Malu bisa mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan nuraninya. Perbuatan yang akan membuatnya merasa dikejar-kejar rasa
bersalah. Dengan malu pula, kita bisa mencegah diri ketika akan melakukan dosa.
Secara naluri memang demikian, siapapun orangnya yang masih punya hati nurani.
Dan memang hanya rasa malu yang mampu membawa kepada kebaikan. Sabda Nabi yang
mulia: “Malu hanya membawa kepada kebaikan.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Sesungguhnya rasa malu itu merupakan pagar yang paling kokoh untuk menjaga
kita supaya sendi-sendinya tidak terserabut dan bangunannya tidak hancur. Jika kita
pada akhirnya tahu bahwa hal tersebut merupakan bagian dari maksiat, maka
menjadi satu keselamatan, ketika kita bertaubat. Sebaliknya, ketika kita tahu
hal itu merupakan maksiat namun lantas tidak diindahkan, maka kecelakaannya
yang akan diperolehnya. Naudzubillah….
oleh KMM ASY-SYAAMIL FE UNM
Sumber :
Majalah Al-Firdaus edisi 1
Funpage (Renungan Kisah Inspiratif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar